Rabu, 07 Desember 2016

Rangkuman Ulumul Hadist

·         Hadist   : Segala sesuatu yang disandarkan dari Rasulullah SAW baik perkataan, perbuatan, taqrir / sifat
·         Khabar  : (berita) segala sesuatu yang disandarkan dari Rasulullah atau lainnya
·         Atsar     : Segala yang datang dari sahabat, tabi’in / generasi setelah mereka
·         Sanad    : silsilah orang yang meriwayatkan hadist ( Serangkaian rawi)
·         Rawi      : sebutan untuk oran yang meriwayatkan hadist
·         Matan   : Isi hadist
·         Fungsi hadist

  • -          Bayan Al-ta’kid : sbg penguat hukum yang ada dlm Al-Qur’an
  • -          Bayan Al-Tafsir : Sbg perinci yang ada dlm Al-Qur’an
  • -          Bayan Tasyri’    : Menetapkan hukum yang belum terdapat dalam Al-Qur’an
·         Ilmu ulumul Hadist (2)

  •             Riwayah
mempelajari ttg pengutipan sevara cermat dan akurat terhadap hadis (cara periwayatan, penerimaan, penyampaian, dll)
  • -          Dirayah                 : kaidah memperkenalkan rawi / marwi dan dari segi diterima (maqbul) & ditolak (mardud) suatu hadist
·         Cabang U.H.
  • -          Rijal Al-Hadist
  • Ilmu yang mengkaji ttg kondisi perawi baik sahabat, tabi’in. ( terkait ttg kelahiran, keturunan, guru/murid, sumber hadist / hadist yang diriwayatkan.
  • -          Al-Jarh wa Al-ta’dil
  • ilmu yang digunakan untuk mengetahui sifat negatif (Al-jarh) dan sifat positif ( al-ta’dil) perawi hadist yang berpengaruh terhadap hadist yang diriwayatkan. Kriteria penilaian : Adil, berilmu, takwa, wara’, jujur, mengetahu sebabg jarh wa ta’dil dan tidak fanatik
  • -          ‘illal Al-Hadist
  • Ilmu yang menerangkan ttg sebab-sebab tersmbunyi yang merusak hadist. Jenis : ‘illah pada sanad, matan dan keduanya.
  • -          Mukhtalif Al-Hadist
  • Membahas tentang hadist yang saling bertentangan, kemudian dikompromikan dan dipilih salah satu diantara keduannya Metodenya :
§  Al-Jam’u wa al-tawfiq       : mencari titik temu kandungan hadist dan dikompromkan kemudian
  dijalankan sesuai dengan tuntutan.
§  Al-Nasakh                        : mengetahui kondisi munculnya hadist.
§  Al-Tarjih                           : dengan membandingkan hadist.
§  Al-Tawaqquf                     : didiamkan hingga ada dalil yang muncul mengatur hal tersebut.
§  Al-Takhyir                         : memilih beberapa hadist dari beberapa hadit.
  • -          Nasikh dan Mansukh
  • Ilmu yang mempelajari hadist2 yang dihapus hukumnya oleh hadist yang datang setelahnya. Cara mengetahui : melalui pernyataan Rasulullah, perkataan sahabat dan melalui sejarah.
  • -          Gharib Al-Hadist
  • Ilmu yang menerangkan ttg makna matan yang sulit dipahami.
  • -          Asbab Al-Wurud
  • ilmu yang mempelajari sebab munculnya hadits.


·        Periode Hadist : Masa Rasulullah, Masa Abu Bakar – Ali bin Abi Thalib, Masa Sahabat / tabiin dan masa pembukuan.

      Cara Rasulullah menyampaikan Hadist
      Pengajaran Bertahap, melalui majelis, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, tidak terlalu panjang, memberikan contoh teladan, melihat situasi kondisi, kepada kaum wanita, penyampaian kepada  sahabat kemudian sahabat menyampaikan kepada lainnya.  Rasululah menyampaikan ajaran islam kepada sahabat kemudian sahabat mempelajari, menghafal dan menyampaiakan ke kaum muslimin lainya.


·         Riwayah Al-Hadist            : kegiatan menerima dan menyampaikan hadist
·         Tahammul Al-Hadist         : Kegiatan menerima dan mendengarkan hadist dengan cara tertentu.
·         Ada’ Al-Hadist                   : kegiatan menyampaikan hadist. ( Syarat : Islam, Baligh, Adil, dhabit )    

       Metode Tahammul dan Ada’ :

  •           Al-sima’                             : murit mendengarkan dari perkataan gurunya.

  •           Al-Qiro’ah ‘alal al-syaikh : murid membacakan hadist didepan guru
  •      Al-Ijazah                            : Guru memberikan izin kepada muridnya untuk menyampaikan hadist /                                                 kitab kepada orang lainnya.
  • -          Al-Munawalah                 : Guru memberikan Kitab asli / salinan dan sudah dikoreksi kepada murid                                             untuk diriwayatkannya.
  • -          Al-Mukatabah                 : Guru menuliskan hadist untuk muritnya
  • -          Al-I’lam, Al-Wahiyyah dan Al-Wijadah.
·       Takhrij Al-Hadist
Menunjukan tempat hadist pada sumber2 yang asli, yang diriwayatkan berikut dengan sanatnya. Melalui ini seseorang akan dapat tahu, apakah sanad itu Maqthu’ (terputus) / Muttasil (Bersambung) dan dapt juga menuju ke arah Al-Jarh wa Al-ta’dil
Metode :

  • -          Mengetahui sahabat perawi
  • -          Mengetahui lafadz pertama matan
  • -          Mengetahui lafadz matan apakah sering digunakan / tidak
  • -          Mengetahui pembahasan hadist
  • -          Meneliti keadaan hadits dalam soal matan / sanad
·         Hadist berdasakan sumbernya :

  • -          Qudsi                                    :  Sabda Rasylullah yang disandarkan dari Allah SWT
  • -          Marfu’ (Nabawi)                  : segala yang disandarkan dari  Rasulullah baik perkataan, perbuatan, taqrir/sifat
  • -          Mauquf                                : segala yang disandarkan pada sahabat
  • -          Maqthu’                               : segala yang disandarkan pada tabi’in
·         Hadist berdasarkan bentuk :

  • -          Qauli     : Perkataan Raulullah
  • -          Fi’li        : Perbuatan Rasulullah
  • -          Taqriri   : Hadist yang menyebutkan ketetapan Rasul terhadap apa yang datang dari sahabat.
  • -          Ahwali   : hadist yang menyebutkan fisik / sifat Rasul.
  • -          Hammi  : hadist yang berisi keinginginan Rasul yang belum terlaksana.
·         Hadist Berdasarkan Kuantitasnya :

  • -          Mutawatir          : hadist yang diriwayatkan oleh orang banyak dan tidak memungkinkan terjadinya pendustaan antara sanad awal hingga akhir.
          Syarat   :  Diriwiyatkan orang banyak, pembritahuan hadist yang disampaikan harus berdasarkan                         tanggapan panca indra, keseimbangan jumlah perawi di awal thabaqah sanad di pertengahan dan                   selanjutnya dalam bilangan mutawatir.
          Jenisnya:
§  Lafdzi                   : Lafadz dan makna antar perawi sama.
§  Maknawi             : Makna mutawait tetapi lafadznya tidak mutawatir.
§  Amali                   : menyangkut perbuatan Rasulullah yang dilihat dan dilakukan oleh banyak                            orang tanpa adanya perbedaan.

  • -          Ahad
          Hadist yang diriwayatkan oleh satu, dua atau lebih yang tidak memenuh syarat mutawatir.
          Jenisnya :
§  Masyhur (Mustafid) 3 orang / lebih perawi
Terdiri dari masyhur Mutlaq (umum) dan Muqayyah (khusus)
§  Aziz 2 Perawi
§  Gharib 1 Perawi
·         Hadist Berdasarkan Kualitasnya :

  • -         Shahih
          Dibagi menjadi 2 yaitu :
§  Li dzatihi :  Sanad bersambung, adil, dhabit, tidak ada syad (tidak bertentangan dengan ajaran islam dan Illat (tidak cacat).
§  Li Ghairihi

  • -          Hasan
           Memenuhi syarat hadist shahih akan tetapi kedhabitan perawi tidak sekuat hadist shahih.

  • -          Dha’if
          Hadist yang didalamnya tidak memenuhi syarat hadist shahih dan hasan.
§  Dari segi tidak bersambungnya sanad
a)      Mursal (tidak menyebutkan nama perawi)
b)      Munqathi’ (hilangnya 1 perawi dalam sanad / perawi tersebut dilewati)
c)       Mu’dhal (hilangnya 2 / lebih perawi secara berturut2 dalam sanad / perawi tersebut dilewati)
d)      Mu’allaq (gugurnya seorang perawi / lebih di awal sanad)
e)      Muallal ( ditemukan kecacatan setelah sebelumnya dianggap sempurna)
f)        Mudallas (menyembunyikan cacatnya seorang perawi dan membaguskannya)
§  Dari segi tercelanya perawi :
a)      Maudhu’ (mengada-ada / berdusta)
b)      Matruk (tertuduh dusta)
c)       Majhul (tidak ditemukan jarh wa ta’dil
d)      Mubham (dalam sanadnya ada perawi yang tdak disebutkan)
e)      Munkar (bertentangan dengan perawi yang lebih kuat hafalannya)
f)        Syad ( bertentangan dengan perawi yang lebih dhabit.
g)      Mudarraj
h)      Mukhtalath
i)        Maqlub
j)        Mudhtharib
k)      Mushahhaf
l)        Muharraf


Sabtu, 03 Desember 2016

Munakahat


A.   Pengertian Nikah
Nikah menurut bahasa berarti percampuran, mengumpulkan atau penyatuan. Dapat diartikan juga sebagai akad atau bersetubuh. Al-fara’ berkata : “AN-NUKH adalah sebutan untuk kemaluan, dan disebut dengan akad adalah karena ia merupakan penyebab terjadinya kesepakatan itu sendiri”. Sedangkan Al-Farisi berkata : jika mereka mengatakan bahwa si fulan atau anaknya fulan menikah, maka dimaksud adalah mengadakan akad. Akan tetapi jika dikatakan, bahwa ia menikahi istrinya , maka yang dimaksud adalah bersetubuh.[1]
Sedangkan nikah menurut syara’ adalah akal yang menghalalkan hubungan suami istri dengan lafadz nikah atau tazwij atau arti dari keduanya dengan menurut rukun-rukun dan syarat-syarat tertentu sehingga menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Dalam pengertian yang luas, pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara dua orang (laki-laki dan perempuan) untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan untuk mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut syara’, sudah jelas bahwa pelaksanaan nikah sepenuhnya tergantung pada agama.[2]
Nikah menurut undang-undang perkawinan adalah ikatan lahir batin antara laki laki dan perempuan dalam sebuah rumah tangga berdasarkan tuntunan agama. Pengertian nikah menurut undang undang perkawinan, pencatatan dapat dilakukan di kantor sipil, sedangkan pelaksanakan nikah dilakukan menurut aturan agama masing-masing.[3]

B.     Hukum Nikah
Adapun hukum nikah ada lima, antara lain :
1.      Wajib
jika seseorang itu punya keinginan, mampu membiayai perkawinan dan rumah tangga, sedangkan bila tidak menikah dikhawatirkan terjerumus kedalam perzinahan.
2.      Sunnah
jika seseorang itu sudah  punya keinginan, mampu membiayai perkawinan dan rumah tangga tetapi dia mampu memelihara diri dari berbuat zina.

3.      Makruh
jika seseorang itu punya keinginan menikah, akan tetapi ia tidak sehat jasmani seperti sakit sakitan terus menerus atau lemah sahwat, dan tidak mampu menafkahi istri, meskipun ia tidak merugikan istri
4.      Mubah
jika seseorang itu merasa terdesak oleh alasan yang mewajibkannya untuk segera menikah atau alasan yang mengharamkan nikah.
5.      Haram
jika seseorang itu tidak mampu memberikan nafkah, baik lahir maupun batin, serta nafsunya tidak terdesak atau bila perkawinan ini mendatangkan penderitaan da teraniayanya istri, artinya ia menikah hanya berniat untuk menyakiti istri.

C.    Anjuran Menikah
Islam menganjurkan umatnya untuk menikah, karena pernikahan terdapat kemaslahatan-kemaslahatan dan manfaat yang bisa dirasakan oleh individu maupun masyarakat. Anjuran ini ditujukan untuk orang tua atau wali maupun anjuran langsung kepada para pemuda yang sudah mempunyai kemampuan dan keinginan.
”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara mu rasakasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.[4]
Adapun tentang ijma’, para ulama disepanjang sejarah islam telah sepakat atas disyari’atkannya pernikahan. Pernikahan merupakan ibadah yang dapat menyempurnaan setengah dari agamanya

D.    Tujuan Nikah
Secara terperinci nikah bertujuan :
1.      Memenuhi kebutuhan (syahwat)
Sudah menjadi tabiat manusia, bahwa setiap manusia diciptakan Allah SWT dengan naluri yang demikian kuat. Dengan demikian, maka Allah SWT menetapkan perkawinan sebagai pemenuhan kebutuhan biologis hamba-Nya, agar tercipta rumah tangga dan masyarakat yang tentram dan penuh cinta kasih.
2.      Memelihara dan mengembangkan keturunan
Pernikahan yang sah akan menjaga dan memelihara keturunan terhindar dari kekacauan keturunan. Tanpa pernikahan akan sulit terjadi pengembangan keturunan, karena beban memelihara, membesarkan dan mendidik akan bertumpu pada istri saja. Sedangkan suami hanya bertumpu istri saja dan hanya berpangku tangan, sehingga pada suatu ketika para wanita tidak mau melahirkan anak.
3.      Menyambung silaturrahmi
Suatu pernikahan merupakan salah satu sarana yang baik guna menyambung silaturrahmi antara keluarga satu dengan keluarga yang lain.

E.     Hikmah Menikah
Adapun Hikmah nikah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a)      Bagi yang menjalani :
1)      Memenuhi hajat tabiat (biologis)
2)      Dapat menghasilkan kesenangan hubungan seksual secara sah, membuat kesenangan suami istri dengan jalan yang sah.
3)      Menghasilkan keturunan anak yang sah
4)      Terbentuknya rumah tangga yang bahagia, tentram, serta kekal disertai kasih sayang diantara keduannya.
5)      Dapat memupuk naluri kebapakan dan keibuan
6)      Menjaga akhlak dari keruntuhan dan kehancuran, sehingga dapat terpelihara dari kemaksiatan
b)      Bagi masyarakat :
1)      Merupakan salah satu bentuk amal ibadah sebagai ajang (sarana) peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada                    Allah SWT
2)      Untuk menyempurankan agama
3)      Memelihara martabat Pria dan Wanita
4)      Memberikan generasi / keturunan yang baik dan sholeh

F.     Rukun Nikah
Pernikahan dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syarat menurut agama. Adapun rukun-rukun nikah adalah sebagai berikut :

1.      Calon Suami dan Istri
a)      Beragama Islam
b)      Tidak ada unsur paksaan
c)      Bukan mahram
d)      Tidak sedang melakukan haji dan umrah
2.      Wali
Adapun Syarat-syaratnya, antara lain :
a)      Islam
b)      Baligh
c)      Berakal sehat
d)      Adil
e)      Merdeka
f)       Laki-laki
g)      serta memiliki hak untuk menjadi wali.

3.      Dua orang Saksi
Adapun Syarat-syaratnya, antara lain :
a)      Beragama Islam
b)      Baligh
c)      Berakal sehat
d)      Adil
e)      Merdeka
f)       Laki-laki
g)      Mengerti maksud ijab qabul

4.      Ijab Qobul
Ijab adalah ucapan dari pihak wali atau wakilnya untuk menikahkan seorang wanita yang berada dalam perwaliannya kepada seorang laki-laki. Misalnya : “Saya nikahkan engkau dengan anak saya Fulanah binti Fulan, dengan mahar berupa uang sebesar satu juta rupiah tunai.”
Adapun qabul adalah ucapan dari pihak suami atau wakilnya bahwa ia menerima akad nikah tersebut. Misalnya dengan mengatakan, ”Saya terima nikahnya” atau yang semisalnya.
Ketentuan dalam ijab qabul adalah :
a)      Ada ungkapan penyerahan nikah dari wali pengantin wanita.
b)      Ada ungkapan penerimaan nikah dari pengantin laki-laki.
c)      Menggunakan kata-kata “nikah” atau kata-kata lain yang semakna dengannya.
d)      Jelas pengungkapannya dan saling berkaitan.
e)      Diungkapkan dalam satu majelis (bersambung, tidak berselang waktu yang lama). 

G.    Pernikahan Yang dilarang
Adapun penikahan yang dilarang itu ada empat, antara lain :

1.      Nikah Mut’ah
Ialah nikah yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk melepaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu, atau lebih dikenal dengan sebutan kawin kontrak. Pernikahan ini berlangsung dengan jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak sesuai dengan perjanjiannya.
Pernikahan ini dilarang karena hanya dilakukan dalm jangka waktu tertentu dan tujuannya tidak sesuai dengan tujuan yang disyari’atkan.
Nikah mut’ah pernah diperbolehkah oleh Rasulullah SAW tetapi kemudian dilarang untuk selama-lamanya. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Salamah bin Al-Akwa’ Ra, ia berkata : “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah memperbolehkan perkawinan Mut’ah pada hari (peperangan) Authas selama tiga hari, kemudian beliau melarangnya”.

2.      Nikah Syighar
Ialah seseorang yang menikahkan putrinya, saudara perempuan nya, atau wanita lain yang ia memiliki hak perwalian atasnya, dengan syarat orang lain (calon suami) tersebut bersedia menikahkan putrinya atau saudara perempuannya dengannya.

3.      Nikah Muhallil
Ialah seorang laki-laki menikahi wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya dan telah selesai masa „iddahnya, dengan niat agar wanita tersebut menjadi halal bagi suami yang pertama. Dan yang diperhitungkan dalam hal ini adalah niat suami yang kedua (muhallil). Pernikahan semacam ini adalah rusak (tidak sah) dan diharamkan. 

H.    Mahram
Ialah wanita yang haram untuk dinikahi. Wanita yang akan dinikahi oleh seorang laki-laki haruslah wanita yang tidak termasuk dalam golongan mahram. Mahram terbagi menjadi dua, yaitu :

1.    Mahram Muabbad
Mahram muabbad adalah wanita yang haram dinikahi untuk selama-lamanya. Mahram mu‟abbad terbagi menjadi tiga, antara lain :
a)   Karena hubungan keturunan (nasab)
Para ulama‟ telah bersepakat bahwa mahram karena nasab ada tujuh, yaitu :
1)      Ibu terus ke atas
Ialah semua wanita yang memiliki hubungan melahirkan walaupun jauh, yaitu: ibu, nenek dari bapak maupun dari ibu, ibunya nenek, dan seterusnya ke atas.
2)      Anak perempuan terus ke bawah
ialah semua wanita yang memiliki hubungan kelahiran, yaitu; anak perempuan, cucu perempuan dari anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
3)      Saudara perempuan dari semua arah
ialah saudara perempuan kandung, saudara perempuan sebapak, dan saudara perempuan seibu.
4)      Bibi dari pihak bapak terus ke atas
ialah saudara perempuan bapak, saudara perempuan kakek, dan seterusnya ke atas.
5)      Bibi dari pihak ibu terus ke atas
ialah saudara perempuan ibu, saudara perempuan nenek, dan seterusnya ke atas.
6)      Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan dari pihak saudara laki-laki) terus ke bawah
7)      Anak perempuan dari saudara wanita (keponakan dari pihak saudara wanita) terus ke bawah

b)   Karena hubungan pernikahan (mushaharah)
Mahram karena hubungan pernikahan ada empat, yaitu :
1)      Isterinya bapak (ibu tiri) terus ke atas.
2)      Isterinya anak (menantu) terus ke bawah.
3)      Ibunya isteri (mertua) terus ke atas.
4)      Anaknya isteri dari suami lain (anak tiri) terus ke bawah. 

c)      Karena persusuan (radha’ah)
1)      Minimal disusui sebanyak lima kali susuan yang mengenyangkan.
2)      Penyusuan terjadi pada dua tahun pertama dari usia anak.

Dengan demikian, diantara mahram karena persusuan adalah :
1)        Wanita yang menyusui (ibu susuan) terus ke atas.
2)        Anak perempuan wanita yang menyusui (saudara susuan) terus ke bawah
3)        Saudara perempuan sepersusuan
4)        Saudara perempuan wanita yang menyusui (bibi susuan dari pihak ibu susuan)
5)        Saudara perempuan suami dari ibu susuan (bibi susuan dari pihak bapak susuan)
6)        Anak perempuan dari anak perempuan ibu susuan (keponakan susuan)
7)        Anak perempuan dari anak laki-laki ibu susuan (keponakan susuan)
8)        Isteri lain dari bapak susuan (ibu tiri susuan)
9)        Isteri dari anak susuan (menantu dari anak susuan)
10)    Ibu susuan dari isteri (mertua susuan)
11)    Anak susuan dari isteri (anak tiri susuan)

2.    Mahram Muaqqat
Ialah wanita yang haram dinikahi untuk sementara waktu. Yang termasuk mahram muaqqat, antara lain :
a.      Mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan.
Para ulama’ telah bersepakat atas haramnya mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT :
”Dan (diharamkan bagi kalian) mengumpulkan dua wanita yang bersaudara (dalam satu pernikahan), kecuali yang telah terjadi pada masa lalu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.[5]
b.      Mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan.
Para ulama’ telah bersepakat atas haramnya mengumpulkan wanita dengan bibinya dalam satu pernikahan. Baik itu bibi haqiqi (sebenarnya) maupun bibi majazi, seperti saudara perempuan kakek dari bapak, saudara perempuan kakek dari ibu, saudara perempuan nenek dari bapak, saudara perempuan nenek dari ibu, dan seterusnya ke atas. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :
 “Janganlah seorang mengumpulkan antara wanita dengan ‘ammahnya dan janganlah pula seorang mengumpulkan seorang wanita dengan khalahnya”.[6]
c.       Mengumpulkan lebih dari empat wanita dalam satu masa yang sama
d.      Wanita yang telah bersuami, hingga ia ditalak atau ditinggal mati oleh suaminya dan telah habis masa ‘iddahnya
e.       Wanita dalam masa iddah, hingga ia selesai masa ‘iddahnya
f.        Wanita dalam keadaan ihram (haji atau umrah), hingga ia bertahallul
g.      Isteri yang telah ditalak tiga, hingga ia dinikahi oleh orang lain dan telah diceraikan oleh suami yang baru tersebut
h.      Wanita musyrik, hingga ia masuk Islam

I.          Hak dan Kewajiban Suami Istri
a)      Hak dan kewajiban suami terhadap istri
1)      Membayar maskawin
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.[7]
2)      Memberikan nafkah secukupnya yang berupa sandang, pangan dan papan.
3)      Menggauli istri sebagaimana mestinya dengan baik dan penuh kasih sayang
4)      Melindungi dan membimbing keluarga ke arah yang benar
b)      Hak dan kewajiban istri terhadap suami
1)      Taat dan patuh kepada suami
2)      Menjaga diri, kehormatan dan rumah tangga
3)      Bersyukur atas nafkah yang diberikan suaminya dengan cara menagatur dengan sebaik-baiknya.
4)      Mengatur rumah tangga agar tercapai kesejahteraan lahir batin
c)      Hak dan kewajiban bersama antara suami istri
1)      Saling menghormati, kasih sayang, saling memafkan, saling terbuka, jujur, dsb.
2)      Menjaga rahasia rumah tangga
3)      Mendidik anak dengan sebaik-baiknya
4)      Berbakti kepada kedua orang tua kedua belah pihak
5)      Menjalin silahturahmi dengan anggota keluarga
6)      Saling membantu / support dalam suka maupun duka

J.      Talak
Menurut bahasa berarti melepaskan, sedangkan menurut syara’ ialah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan mengucapkan lafadz tertentu. Hukum talak  adalah boleh, tetapi hukum asalnya adalah makruh. Hal ini didasarkan pada Al-Qura’an, As-Sunnah dan Ijma’.[8]
Dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang berbunyi :

artinya : “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik....”.[9]

Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar ra, ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : ”Diantara hal-hal yang halal namun dibenci Allah SWT adalah talak”.
  
Hukum talak dilihat dari segi kebaikan dan keburukannya ada empat, antara lain :
1.    Wajib :
Ketika terjadi pertikaian antara suami isteri dan juru damai pun tidak dapat mendamaikan mereka, bahkan permasalahannya semakin memanas, maka ketika itu suami wajib mentalakkan isterinya.
2.    Sunnah :
Apabila suami tidak sanggup lagi memberikan nafkah yang cukup atau istri tidak bisa menjaga kehormatanya, seperti membiarkan laki-laki lain menyentuhnya dan lain sebagainya.
3.    Haram :
Tidak boleh seorang suami menjatuhkan talak kepada istrinya ketika dalam keadaan Haid/nifas atau dalam masa suci yang telah dijima‟i dan belum jelas kehamilannya. Dan lain sebagainya.

Rukun dan Syarat Talak
1.      Suami yang mentalak
Syaratnya :
a)      Baligh,
b)      berakal,
c)      kemauannya sendiri
2.      Istri yang ditalak
Syaratnya :
a)      Akad nikahnya sah,
b)      Dalam kekuasaan Suami
3.      Ucapan Talak

Macam Talak
dilihat dari beberapa sisi, antara lain :
1.      Talak berdasarkan shighat yang dilafazhkan
dibagi menjadi dua, antara lain :
a)      Lafazh sharih
Ialah ucapan yang secara jelas menunjukkan bahwa itu adalah talak dan tidak mengandung makna lainnya. Seperti ucapan, “Aku mentalakmu,” “Engkau aku talak,” dan yang semisalnya. Talak yang sharih ini tetap dianggap sah, meskipun diucapkan dengan bergurau.
“Ada tiga hal yang jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka sungguh-sungguh dan jika dilakukan dengan bergurau pun sungguh sungguh, (yaitu); nikah, talak, dan ruju‟.[10]

b)      Lafazh kinayah
Ialah ucapan yang mengandung makna talak dan makna lainnya. Seperti ucapan, “Pulanglah engkau kepada keluargamu,” atau “Engkau sekarang terlepas,” dan yang semisalnya. Ucapan-ucapan semacam ini tidak dianggap sebagai talak, kecuali jika disertai niat untuk mentalak.

2.      Talak berdasarkan sifatnya
dibagi menjadi dua, antara lain :
a)      Talak sunni
Ialah talak yang sesuai dengan syari‟at, yaitu suami mentalak isteri pada waktu suci yang belum dijima‟i atau talak yang dilakukan suami pada saat isterinya hamil, dengan kehamilan yang jelas.
b)      Talak bid‟i
Talak bid‟i adalah talak yang menyelisihi syari‟at. Talak semacam ini adalah haram, pelakunya berdosa, meskipun demikian talaknya tetap jatuh. Ini adalah pendapat Jumhur ulama‟. Suami yang menjatuhkan talak bid‟i wajib meruju’ isterinya, ika itu bukan talak tiga.

3.      Talak berdasarkan pengaruh yang dihasilkan
dibagi menjadi dua, antara lain :
1)      Talak raj‟i
Ialah talak yang dengannya suami masih berhak untuk meruju’ isterinya pada masa ‘iddah, tanpa mengulangi akad nikah yang baru, walaupun tanpa keridhaan istri. Para ulama’ telah bersepakat bahwa seorang laki-laki merdeka jika ia mentalak istrinya di bawah tiga kali, maka ia berhak meruju’ nya pada masa ‘iddah. Sehingga talak raj’i adalah talak suami kepada istri dengan talak pertama dan talak kedua.

2)      Talak ba’in
Ialak yang menjadikan suami tidak berhak meruju’ istrinya yang ditalaknya. Jenis talak ini ada dua macam :

Ø Bain shughra
Ialah talak yang menjadikan suami tidak berhak untuk merujuk’ istrinya yang ditalaknya, kecuali dengan akad nikah dan mahar baru. Talak bain sughra ada dua, yaitu :
·         Talak yang yang kurang dari talak tiga, namun telah habis masa iddahnya
·         Talak yang dijatuhkan oleh suami kepada isterinya yang belum pernah dijima’ inya.
Ø Bain Kubra
Ialah talak tiga, yang suami tidak berhak ruju’ kepada isterinya yang telah ditalak tersebut, kecuali setelah isterinya menikah lagi dengan laki-laki lain dengan pernikahan syar‟i (bukan nikah tahlil), dan keduanya telah terjadi jima’, lalu suaminya mentalaknya atau suaminya meninggal dunia. Setelah isteri tersebut menyelesaikan masa ‘iddahnya, maka mantan suaminya yang pertama baru boleh menikahi isteri tersebut.

K.    ‘iddah
Merupakan masa dimana seorang wanita yang diceraikan suaminya menunggu. Pada masa itu ia tidak diperbolehkan menikah atau menawarkan diri kepada laki-laki lain untuk menikahinya.
Hukum ‘Iddah wajib bagi seorang isteri yang dicerai oleh suaminya, baik cerai karena kermatian maupun cerai karena faktor lain. Dalil yang menjadi landasan nya adalah firman Allah SWT:
Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan meninggalkan isteri-isteri, maka hendaklah para isteri itu menangguhkan diri nya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari”.[11]
Hikmah Disyari‘atkannya ‘Iddah Antara Lain :
a)      Memberikan kesempatan kepada suami isteri untuk kembali kepada kehidupan rumah tangga, apabila keduanya masih melihat adanya kebaikan di dalam hal itu.
b)      Untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada isteri yang dicerai kan. Untuk selanjutnya memelihara jika terdapat bayi di dalam kandungannya, agar menjadi jelas siapa ayah dan bayi tersebut.
c)      Agar isteri yang diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan yang dialami keluarga suaminya dan juga anak-anak mereka serta menepati permintaan suami. Hal ini jika ‘iddah tersebut di karenakan oleh kematian suami.

L.     Rujuk
Ialah suami kembali kepada istrinya yang telah dicerai (bukan talak Ba’in), yang masih dalam masa ‘iddah kepada nikah asal yang sebelum diceraikan pada waktu tertentu,[12]. Berdasarkan firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah : 228“Dan suami-suaminya berhak merujuknya”.

Adapun hukum rujuk, antara lain :
1.      Wajib : Suami yang mencerikan salah satu istrinya, sebelum ia menyempurnakan pembagian waktu terhadap istri yang dicerai
2.      Sunnah : Apabila rujuk dilakukan ntuk tujuan memperbaiki keadaan istri yang telah diceraikan atau jika rujuk itu membawa kebaikan kepada keduanya.
3.      Makruh : Apabila perceraian berlangsung terus akan membawa keduanya lebih baik daripada harus rujuk
4.      Haram : apabila rujuk hanya dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti istri
Adapun Rukun rujuk ada empat, antara lain :
1.      Ada Suami dan istri
2.      Saksi
3.      Ucapan yang menyatakan rujuk (Sighat)
Macam Sighat
1.      Terang-terangan (sarih)
Misalnya : “Aku rujuk kepadamu”.
2.      Sindiran
Misalnya : ”Aku nikahi engkau”.


M.   Memilih Jodoh (Pasangan Hidup) Menurut Islam
Setiap orang yang berumah tanggah tentu mengharapkan keluarganya akan menjdi keluarga yang sakinah mawadah warakhmah. Kehidupan rumah tangganya dapat menjadi surga didunia dapat menjadi diri dan keluarganya. Apalagi pada saat ini banyak sekali kasus peceraian keluarga dijumpai ditengah-tengah masyakat yang semakin berkembang ini. Alasan dalam peceraian itu bermacam-macam, dari alas an pendapatan istri lebih besar dari pada suami, selingkuh dengan adanya orang ke tiga, kekerasan dalam rumah tanggah, dan lain-lain.
Maka dari itu, dalam membangun bahtera rumah tangga persiapan awal harus dilakukan pada saat memilih jodoh. Islam menganjurkan kepada umatnya ketika mencari jodoh itu harus berhati-hati, baik laki-laki maupun perempuan, hal ini dikarenakan masa depan kehidupan rumah tangga itu berhubungan sangat erat dengan cara memilih suami maupun istri. Untuk itu kita sebagai umat muslim harus memperhatikan kriteria dalam memilih pasangan hidup yang baik.
Dalam  firman Allah SWT yang berbunyi :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.[13]
Dan dari sabda Rasullah yang artinya :
“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabdah : sesunguhnya seorang wanita itu dinikahi atas empat perkara, yaitu : harta, nasab, kecantikan, dan agamanya, maka perolehlah yang mempunyai agama maka akan berdeburlah tanganmu.”[14]
Dalam memilih istri hendaknya menjaga sifat-sifat wajib. Syeh jalaluddin Al-qosimi Addimasya’i dalam kitab Al-mauidotul Mukminin menyebutkan ada kriteria bagi laki-laki dalam memilih jodoh :
1.      Baik agamanya
Hendaknya ketika memilih istri itu harus memperhatikan  agama dari sisi istri tersebut.
2.      Luhur budi pekertinya
Seorang istri yang luhur budi pekertinya selalu sabar dan tabah menghadapi ujian apapun yang akan dihadapi dalam perjalanan hidupnya.
3.      Cantik wajahnya
Setiap orang laki-laki cenderung menyukai kecantikan begitu pula sebaliknya. Kecantikan wajah yang disertai kesolehahhan prilaku membuat pasangan tentram dan cenderung melipahkan kasih sayangnya kepadanya, untuk sebelum menikah kita disunahkan untuk melihat pasangan kita masing-masing.
4.      Ringan maharnya
Rasullullah bersabda : “salah satu tanda keberkahan perempuan adalah cepat kawinnya, cepat melahirkannya, dan murah maharnya”.
e)      Subur
Artinya cepat memperoleh keturunan dan wanita itu tidak berpenyakitan.
f)       Masih perawan
Jodoh yang terbaik bagi seorang laki-laki perjaka adalah seorang gadis. Rasullullah pernah mengikatkan Jabbir RA yang akan menikahi seorang janda : “alangkah baiknya kalau istrimu itu seorang gadis, engkau dapat bermain-main dengannya dan ia dapat bermain-main denganmu.”
g)      Keturunan keluarga baik-baik :
Rasullallah besabda : “jauhilah dan hindarkan olehmu rumput mudah tumbuh ditahi kerbau”. Maksudnya, seorang yang cantik dari keturunan orang-orang jahat.
h)      Bukan termasuk mahram :
kedekatan hubungan darah membuat sebuah pernikahan menjadi hambar, disamping itu menurut ahli kesehatan hubungan darah yang sangat dekat dapat menimbulkan problem genetika bagi keturunannya. Dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya memilih orang yang memiliki akhlak, kehormatan dan nama baik. Dengan demikian jika ia menggauli istrinya maka istrinya maka ia menggaulinya dengan baik, jika menceraikan maka ia menceraikan dengan baik.
Rasullah bersabda :barang siapa mengawinkan anak perempuannya dengan orang yang fasik maka sungguh dia telah memutuskan hubungan persaudaraan. Seorang laki-laki berkata kepada hasan bin ali, “sesungguhnya saya memiliki seorang anak perempuan maka siapakah menurutmu orang cocok agar saya dapat menikahkan untuknya ?” hasan menjawab :”nikahkanlah dia dengan seorang yang beriman kepada Allah SWT, jika ia mencintainya maka dia akan memuliahkannya dan jika dia membencinya maka dia tidak mendzoliminya.











  
Kesimpulan
Dapat disimpulkan, bahwasannya pernikahan merupakan bersatunya dua insan (berlainan jenis) yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad. Tujuan dari nikah antara lain : untuk memenuhi hasrat boilogis manusia, memperoleh keturunan yang baik dan sholeh sholihah serta meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Adapun hikmah dalam yang terkandung dalam pernikahan antara lain : Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan, Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat dan lain sebagainya.

Saran
Dari beberapa Uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta kekeliruan, baik disengaja maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki segala keterbatasan yang kami punya, sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
















DAFTAR PUSTAKA

MZ , Labib dan Harniawati.2006. Risalah Fiqih Islam. Surabaya: Bintang Usaha
        Jaya.
Al Qur-an Terjemahan. 2009. Al-kalam digital versi 1.Bandung: Diponegoro.
Sarwat, Ahmad.2009. Seri Fiqih Islam KITAB NIKAH.Kampus Syariah




[1] Labib MZ dan Harniawati, Risalah Fiqih Islam, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2016),hal 459
[2] Ibid.459-460
[3] Ibid.
[4] QS. Ar-Ruum : 21
[5] QS. An-Nisa’ : 23.
[6] HR. Bukhari Juz 5 : 4820 dan Muslim Juz 2 : 1408, lafazh ini milik keduanya.
[7] QS. An-Nisaa’ : 4
[8] Labib MZ dan Harniawati, Risalah Fiqih Islam, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2016),hal 513-514.
[9] QS. Al-Baqarah : 229
[10] HR. Tirmidzi Juz 3 : 1184, Abu Dawud : 2194, dan Ibnu Majah : 2039. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani 5 dalam Irwa‟ul Ghalil : 1826.
[11] QS Al-Baqarah : 234
[12]Labib MZ dan Harniawati, Risalah Fiqih Islam, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2016),hal 547.
[13] QS An-Nissa’ : 31
[14] Ahmad Rafi Baihaqi, Membangun Syurga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press, 2006) hal. 44