A.
Pengertian Nikah
Nikah menurut
bahasa berarti percampuran, mengumpulkan atau penyatuan. Dapat diartikan juga
sebagai akad atau bersetubuh. Al-fara’
berkata : “AN-NUKH adalah sebutan untuk kemaluan, dan disebut dengan akad
adalah karena ia merupakan penyebab terjadinya kesepakatan itu sendiri”.
Sedangkan Al-Farisi berkata : jika mereka mengatakan bahwa si fulan atau
anaknya fulan menikah, maka dimaksud adalah mengadakan akad. Akan tetapi jika
dikatakan, bahwa ia menikahi istrinya , maka yang dimaksud adalah bersetubuh.
Sedangkan nikah
menurut syara’ adalah akal yang menghalalkan hubungan suami istri dengan lafadz
nikah atau tazwij atau arti dari keduanya dengan menurut rukun-rukun dan
syarat-syarat tertentu sehingga menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Dalam
pengertian yang luas, pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara dua orang
(laki-laki dan perempuan) untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan untuk
mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut syara’, sudah jelas bahwa
pelaksanaan nikah sepenuhnya tergantung pada agama.
Nikah menurut
undang-undang perkawinan adalah ikatan lahir batin antara laki laki dan
perempuan dalam sebuah rumah tangga berdasarkan tuntunan agama. Pengertian
nikah menurut undang undang perkawinan, pencatatan dapat dilakukan di kantor
sipil, sedangkan pelaksanakan nikah dilakukan menurut aturan agama
masing-masing.
B.
Hukum Nikah
Adapun hukum nikah ada lima, antara
lain :
1.
Wajib
jika seseorang
itu punya keinginan, mampu membiayai perkawinan dan rumah tangga, sedangkan
bila tidak menikah dikhawatirkan terjerumus kedalam perzinahan.
2.
Sunnah
jika seseorang
itu sudah punya keinginan, mampu
membiayai perkawinan dan rumah tangga tetapi dia mampu memelihara diri dari
berbuat zina.
3.
Makruh
jika seseorang
itu punya keinginan menikah, akan tetapi ia tidak sehat jasmani seperti sakit
sakitan terus menerus atau lemah sahwat, dan tidak mampu menafkahi istri,
meskipun ia tidak merugikan istri
4.
Mubah
jika seseorang
itu merasa terdesak oleh alasan yang mewajibkannya untuk segera menikah atau
alasan yang mengharamkan nikah.
5.
Haram
jika seseorang
itu tidak mampu memberikan nafkah, baik lahir maupun batin, serta nafsunya
tidak terdesak atau bila perkawinan ini mendatangkan penderitaan da
teraniayanya istri, artinya ia menikah hanya berniat untuk menyakiti istri.
C.
Anjuran Menikah
Islam menganjurkan
umatnya untuk menikah, karena pernikahan terdapat kemaslahatan-kemaslahatan dan
manfaat yang bisa dirasakan oleh individu maupun masyarakat. Anjuran ini
ditujukan untuk orang tua atau wali maupun anjuran langsung kepada para pemuda
yang sudah mempunyai kemampuan dan keinginan.
”Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara
mu rasakasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Adapun tentang
ijma’, para ulama disepanjang sejarah islam telah sepakat atas disyari’atkannya
pernikahan. Pernikahan merupakan ibadah yang dapat menyempurnaan setengah dari
agamanya
D.
Tujuan Nikah
Secara terperinci nikah bertujuan :
1.
Memenuhi
kebutuhan (syahwat)
Sudah menjadi
tabiat manusia, bahwa setiap manusia diciptakan Allah SWT dengan naluri yang
demikian kuat. Dengan demikian, maka Allah SWT menetapkan perkawinan sebagai
pemenuhan kebutuhan biologis hamba-Nya, agar tercipta rumah tangga dan masyarakat
yang tentram dan penuh cinta kasih.
2.
Memelihara
dan mengembangkan keturunan
Pernikahan yang
sah akan menjaga dan memelihara keturunan terhindar dari kekacauan keturunan.
Tanpa pernikahan akan sulit terjadi pengembangan keturunan, karena beban
memelihara, membesarkan dan mendidik akan bertumpu pada istri saja. Sedangkan
suami hanya bertumpu istri saja dan hanya berpangku tangan, sehingga pada suatu
ketika para wanita tidak mau melahirkan anak.
3.
Menyambung
silaturrahmi
Suatu
pernikahan merupakan salah satu sarana yang baik guna menyambung silaturrahmi antara
keluarga satu dengan keluarga yang lain.
E.
Hikmah Menikah
Adapun Hikmah nikah dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu :
a)
Bagi
yang menjalani :
1)
Memenuhi
hajat tabiat (biologis)
2)
Dapat
menghasilkan kesenangan hubungan seksual secara sah, membuat kesenangan suami
istri dengan jalan yang sah.
3)
Menghasilkan
keturunan anak yang sah
4)
Terbentuknya
rumah tangga yang bahagia, tentram, serta kekal disertai kasih sayang diantara
keduannya.
5)
Dapat
memupuk naluri kebapakan dan keibuan
6)
Menjaga
akhlak dari keruntuhan dan kehancuran, sehingga dapat terpelihara dari
kemaksiatan
b)
Bagi
masyarakat :
1)
Merupakan
salah satu bentuk amal ibadah sebagai ajang (sarana) peningkatan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah
SWT
2)
Untuk
menyempurankan agama
3)
Memelihara
martabat Pria dan Wanita
4)
Memberikan
generasi / keturunan yang baik dan sholeh
F.
Rukun Nikah
Pernikahan dianggap sah apabila
memenuhi rukun dan syarat menurut agama. Adapun rukun-rukun nikah adalah
sebagai berikut :
1.
Calon
Suami dan Istri
a)
Beragama
Islam
b)
Tidak
ada unsur paksaan
c)
Bukan
mahram
d)
Tidak
sedang melakukan haji dan umrah
2.
Wali
Adapun Syarat-syaratnya, antara lain
:
a)
Islam
b)
Baligh
c)
Berakal
sehat
d)
Adil
e)
Merdeka
f)
Laki-laki
g)
serta
memiliki hak untuk menjadi wali.
3.
Dua orang
Saksi
Adapun Syarat-syaratnya, antara lain
:
a)
Beragama
Islam
b)
Baligh
c)
Berakal
sehat
d)
Adil
e)
Merdeka
f)
Laki-laki
g)
Mengerti
maksud ijab qabul
4.
Ijab
Qobul
Ijab adalah
ucapan dari pihak wali atau wakilnya untuk menikahkan seorang wanita yang
berada dalam perwaliannya kepada seorang laki-laki. Misalnya : “Saya
nikahkan engkau dengan anak saya Fulanah binti Fulan, dengan mahar berupa uang
sebesar satu juta rupiah tunai.”
Adapun qabul adalah
ucapan dari pihak suami atau wakilnya bahwa ia menerima akad nikah tersebut.
Misalnya dengan mengatakan, ”Saya terima nikahnya” atau yang semisalnya.
Ketentuan
dalam ijab qabul adalah :
a)
Ada ungkapan penyerahan nikah dari
wali pengantin wanita.
b)
Ada ungkapan penerimaan nikah dari
pengantin laki-laki.
c)
Menggunakan kata-kata “nikah” atau
kata-kata lain yang semakna dengannya.
d)
Jelas pengungkapannya dan saling
berkaitan.
e)
Diungkapkan dalam satu majelis
(bersambung, tidak berselang waktu yang lama).
G.
Pernikahan Yang dilarang
Adapun penikahan yang dilarang itu
ada empat, antara lain :
1.
Nikah Mut’ah
Ialah nikah
yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk melepaskan hawa nafsu dan
bersenang-senang untuk sementara waktu, atau lebih dikenal dengan sebutan kawin
kontrak. Pernikahan ini berlangsung dengan jangka waktu yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak sesuai dengan perjanjiannya.
Pernikahan ini
dilarang karena hanya dilakukan dalm jangka waktu tertentu dan tujuannya tidak
sesuai dengan tujuan yang disyari’atkan.
Nikah mut’ah
pernah diperbolehkah oleh Rasulullah SAW tetapi kemudian dilarang untuk
selama-lamanya. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
dari Salamah bin Al-Akwa’ Ra, ia berkata : “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah
memperbolehkan perkawinan Mut’ah pada hari (peperangan) Authas selama tiga
hari, kemudian beliau melarangnya”.
2.
Nikah Syighar
Ialah seseorang yang
menikahkan putrinya, saudara perempuan nya, atau wanita lain yang ia memiliki
hak perwalian atasnya, dengan syarat orang lain (calon suami) tersebut bersedia
menikahkan putrinya atau saudara perempuannya dengannya.
3.
Nikah Muhallil
Ialah seorang laki-laki
menikahi wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya dan telah selesai masa „iddahnya,
dengan niat agar wanita tersebut menjadi halal bagi suami yang pertama. Dan
yang diperhitungkan dalam hal ini adalah niat suami yang kedua (muhallil).
Pernikahan semacam ini adalah rusak (tidak sah) dan diharamkan.
H. Mahram
Ialah wanita yang haram
untuk dinikahi. Wanita yang akan dinikahi oleh seorang laki-laki haruslah
wanita yang tidak termasuk dalam golongan mahram. Mahram terbagi menjadi dua,
yaitu :
1. Mahram
Muabbad
Mahram muabbad adalah
wanita yang haram dinikahi untuk selama-lamanya. Mahram mu‟abbad terbagi
menjadi tiga, antara lain :
a)
Karena hubungan keturunan (nasab)
Para
ulama‟ telah bersepakat bahwa mahram karena nasab ada tujuh, yaitu :
1)
Ibu terus ke atas
Ialah
semua wanita yang memiliki hubungan melahirkan walaupun jauh, yaitu: ibu, nenek
dari bapak maupun dari ibu, ibunya nenek, dan seterusnya ke atas.
2)
Anak perempuan terus ke bawah
ialah
semua wanita yang memiliki hubungan kelahiran, yaitu; anak perempuan, cucu
perempuan dari anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan
seterusnya ke bawah.
3) Saudara
perempuan dari semua arah
ialah saudara perempuan
kandung, saudara perempuan sebapak, dan saudara perempuan seibu.
4) Bibi
dari pihak bapak terus ke atas
ialah saudara perempuan
bapak, saudara perempuan kakek, dan seterusnya ke atas.
5) Bibi
dari pihak ibu terus ke atas
ialah saudara perempuan
ibu, saudara perempuan nenek, dan seterusnya ke atas.
6) Anak
perempuan dari saudara laki-laki (keponakan dari pihak saudara laki-laki) terus
ke bawah
7) Anak
perempuan dari saudara wanita (keponakan dari pihak saudara wanita) terus ke
bawah
b)
Karena hubungan pernikahan (mushaharah)
Mahram
karena hubungan pernikahan ada empat, yaitu :
1) Isterinya
bapak (ibu tiri) terus ke atas.
2) Isterinya
anak (menantu) terus ke bawah.
3) Ibunya
isteri (mertua) terus ke atas.
4) Anaknya
isteri dari suami lain (anak tiri) terus ke bawah.
c)
Karena persusuan (radha’ah)
1)
Minimal disusui sebanyak lima kali
susuan yang mengenyangkan.
2)
Penyusuan terjadi pada dua tahun
pertama dari usia anak.
Dengan
demikian, diantara mahram karena persusuan adalah :
1)
Wanita yang menyusui (ibu susuan)
terus ke atas.
2)
Anak perempuan wanita yang menyusui
(saudara susuan) terus ke bawah
3)
Saudara perempuan sepersusuan
4)
Saudara perempuan wanita yang
menyusui (bibi susuan dari pihak ibu susuan)
5)
Saudara perempuan suami dari ibu
susuan (bibi susuan dari pihak bapak susuan)
6)
Anak perempuan dari anak perempuan
ibu susuan (keponakan susuan)
7)
Anak perempuan dari anak laki-laki
ibu susuan (keponakan susuan)
8)
Isteri lain dari bapak susuan (ibu
tiri susuan)
9)
Isteri dari anak susuan (menantu
dari anak susuan)
10)
Ibu susuan dari isteri (mertua
susuan)
11)
Anak susuan dari isteri (anak tiri
susuan)
2. Mahram Muaqqat
Ialah wanita yang haram
dinikahi untuk sementara waktu. Yang termasuk mahram muaqqat, antara
lain :
a. Mengumpulkan
dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan.
Para ulama’ telah
bersepakat atas haramnya mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam satu
pernikahan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT :
”Dan
(diharamkan bagi kalian) mengumpulkan dua wanita yang
bersaudara (dalam satu pernikahan), kecuali yang telah terjadi pada masa lalu.
Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
b. Mengumpulkan
dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan.
Para ulama’ telah
bersepakat atas haramnya mengumpulkan wanita dengan bibinya dalam satu
pernikahan. Baik itu bibi haqiqi (sebenarnya) maupun bibi majazi,
seperti saudara perempuan kakek dari bapak, saudara perempuan kakek dari ibu,
saudara perempuan nenek dari bapak, saudara perempuan nenek dari ibu, dan
seterusnya ke atas. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :
“Janganlah seorang mengumpulkan
antara wanita dengan ‘ammahnya dan janganlah pula seorang mengumpulkan seorang
wanita dengan khalahnya”.
c. Mengumpulkan
lebih dari empat wanita dalam satu masa yang sama
d. Wanita
yang telah bersuami, hingga ia ditalak atau ditinggal mati oleh suaminya dan
telah habis masa ‘iddahnya
e. Wanita
dalam masa ‘iddah,
hingga ia selesai masa ‘iddahnya
f.
Wanita dalam
keadaan ihram (haji atau umrah), hingga ia bertahallul
g. Isteri
yang telah ditalak tiga, hingga ia dinikahi oleh orang lain dan telah
diceraikan oleh suami yang baru tersebut
h. Wanita
musyrik, hingga ia masuk Islam
I.
Hak dan Kewajiban Suami Istri
a)
Hak dan kewajiban suami
terhadap istri
1)
Membayar maskawin
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.
2)
Memberikan nafkah
secukupnya yang berupa sandang, pangan dan papan.
3)
Menggauli istri
sebagaimana mestinya dengan baik dan penuh kasih sayang
4)
Melindungi dan
membimbing keluarga ke arah yang benar
b)
Hak dan kewajiban istri
terhadap suami
1)
Taat dan patuh kepada
suami
2)
Menjaga diri,
kehormatan dan rumah tangga
3)
Bersyukur atas nafkah
yang diberikan suaminya dengan cara menagatur dengan sebaik-baiknya.
4)
Mengatur rumah tangga
agar tercapai kesejahteraan lahir batin
c)
Hak dan kewajiban
bersama antara suami istri
1)
Saling menghormati,
kasih sayang, saling memafkan, saling terbuka, jujur, dsb.
2)
Menjaga rahasia rumah
tangga
3)
Mendidik anak dengan
sebaik-baiknya
4)
Berbakti kepada kedua
orang tua kedua belah pihak
5)
Menjalin silahturahmi
dengan anggota keluarga
6)
Saling membantu /
support dalam suka maupun duka
J.
Talak
Menurut
bahasa berarti melepaskan, sedangkan menurut syara’ ialah melepaskan ikatan
nikah dari pihak suami dengan mengucapkan lafadz tertentu. Hukum talak adalah boleh, tetapi hukum asalnya adalah
makruh. Hal ini didasarkan pada Al-Qura’an, As-Sunnah dan Ijma’.
Dalam
firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang berbunyi :
artinya
: “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat)
menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik....”.
Dalam
hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar ra, ia
berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : ”Diantara hal-hal yang halal
namun dibenci Allah SWT adalah talak”.
Hukum
talak dilihat dari segi kebaikan dan keburukannya ada empat, antara lain :
1.
Wajib :
Ketika
terjadi pertikaian antara suami isteri dan juru damai pun tidak dapat
mendamaikan mereka, bahkan permasalahannya semakin memanas, maka ketika itu
suami wajib mentalakkan isterinya.
2.
Sunnah :
Apabila
suami tidak sanggup lagi memberikan nafkah yang cukup atau istri tidak bisa
menjaga kehormatanya, seperti membiarkan laki-laki lain menyentuhnya dan lain
sebagainya.
3.
Haram :
Tidak
boleh seorang suami menjatuhkan talak kepada istrinya ketika dalam keadaan
Haid/nifas atau dalam masa suci yang telah dijima‟i dan belum jelas
kehamilannya. Dan lain sebagainya.
Rukun dan Syarat Talak
1.
Suami yang mentalak
Syaratnya
:
a)
Baligh,
b)
berakal,
c)
kemauannya sendiri
2.
Istri yang ditalak
Syaratnya
:
a)
Akad nikahnya sah,
b)
Dalam kekuasaan Suami
3.
Ucapan Talak
Macam Talak
dilihat
dari beberapa sisi, antara lain :
1.
Talak berdasarkan shighat yang
dilafazhkan
dibagi menjadi
dua, antara lain :
a)
Lafazh sharih
Ialah
ucapan yang secara jelas menunjukkan bahwa itu adalah talak dan tidak
mengandung makna lainnya. Seperti ucapan, “Aku mentalakmu,” “Engkau aku talak,”
dan yang semisalnya. Talak yang sharih ini tetap dianggap sah, meskipun
diucapkan dengan bergurau.
“Ada
tiga hal
yang jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka sungguh-sungguh dan jika
dilakukan dengan bergurau pun sungguh sungguh, (yaitu); nikah, talak, dan ruju‟.
b)
Lafazh kinayah
Ialah
ucapan yang mengandung makna talak dan makna lainnya. Seperti ucapan,
“Pulanglah engkau kepada keluargamu,” atau “Engkau sekarang terlepas,” dan yang
semisalnya. Ucapan-ucapan semacam ini tidak dianggap sebagai talak, kecuali
jika disertai niat untuk mentalak.
2.
Talak berdasarkan sifatnya
dibagi menjadi
dua, antara lain :
a)
Talak sunni
Ialah
talak yang sesuai dengan syari‟at, yaitu suami mentalak isteri pada waktu suci
yang belum dijima‟i atau talak yang dilakukan suami pada saat isterinya hamil,
dengan kehamilan yang jelas.
b) Talak
bid‟i
Talak
bid‟i adalah talak yang
menyelisihi syari‟at. Talak semacam ini adalah haram, pelakunya berdosa,
meskipun demikian talaknya tetap jatuh. Ini adalah pendapat Jumhur ulama‟.
Suami yang menjatuhkan talak bid‟i
wajib
meruju’ isterinya, ika itu bukan talak tiga.
3.
Talak berdasarkan pengaruh yang
dihasilkan
dibagi menjadi
dua, antara lain :
1) Talak
raj‟i
Ialah
talak yang dengannya suami masih berhak untuk meruju’ isterinya pada masa ‘iddah, tanpa mengulangi akad nikah yang baru,
walaupun tanpa keridhaan istri. Para ulama’ telah bersepakat bahwa seorang
laki-laki merdeka jika ia mentalak istrinya di bawah tiga kali, maka ia berhak
meruju’ nya pada masa ‘iddah. Sehingga talak raj’i adalah talak suami kepada istri dengan
talak pertama dan talak kedua.
2) Talak
ba’in
Ialak
yang menjadikan suami tidak berhak meruju’ istrinya yang ditalaknya. Jenis
talak ini ada dua macam :
Ø Bain
shughra
Ialah
talak yang menjadikan suami tidak berhak untuk merujuk’ istrinya yang
ditalaknya, kecuali dengan akad nikah dan mahar baru. Talak bain sughra ada
dua, yaitu :
·
Talak yang yang kurang dari talak
tiga, namun telah habis masa iddahnya
·
Talak yang dijatuhkan oleh suami
kepada isterinya yang belum pernah dijima’ inya.
Ø Bain Kubra
Ialah talak tiga,
yang suami tidak berhak ruju’ kepada isterinya yang telah ditalak tersebut,
kecuali setelah isterinya menikah lagi dengan laki-laki lain dengan pernikahan
syar‟i (bukan nikah tahlil), dan keduanya telah terjadi jima’, lalu suaminya
mentalaknya atau suaminya meninggal dunia. Setelah isteri tersebut
menyelesaikan masa ‘iddahnya, maka mantan
suaminya yang pertama baru boleh menikahi isteri tersebut.
K.
‘iddah
Merupakan masa dimana seorang wanita yang
diceraikan suaminya menunggu. Pada masa itu ia tidak diperbolehkan menikah atau
menawarkan diri kepada laki-laki lain untuk menikahinya.
Hukum ‘Iddah wajib bagi seorang isteri yang dicerai oleh suaminya,
baik cerai karena kermatian maupun cerai karena faktor lain. Dalil yang menjadi
landasan nya adalah firman Allah SWT:
“Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan
meninggalkan isteri-isteri, maka hendaklah para isteri itu menangguhkan diri
nya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari”.
Hikmah Disyari‘atkannya ‘Iddah Antara Lain :
a)
Memberikan
kesempatan kepada suami isteri untuk kembali kepada kehidupan rumah tangga,
apabila keduanya masih melihat adanya kebaikan di dalam hal itu.
b)
Untuk
mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada isteri yang dicerai kan. Untuk
selanjutnya memelihara jika terdapat bayi di dalam kandungannya, agar menjadi
jelas siapa ayah dan bayi tersebut.
c)
Agar
isteri yang diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan yang dialami keluarga
suaminya dan juga anak-anak mereka serta menepati permintaan suami. Hal ini
jika ‘iddah tersebut di karenakan oleh kematian suami.
L.
Rujuk
Ialah suami
kembali kepada istrinya yang telah dicerai (bukan talak Ba’in), yang masih
dalam masa ‘iddah kepada nikah asal yang sebelum diceraikan pada waktu
tertentu,.
Berdasarkan firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah : 228“Dan suami-suaminya
berhak merujuknya”.
Adapun hukum rujuk, antara lain :
1.
Wajib
: Suami yang mencerikan salah satu istrinya, sebelum ia menyempurnakan
pembagian waktu terhadap istri yang dicerai
2.
Sunnah
: Apabila rujuk dilakukan ntuk tujuan memperbaiki keadaan istri yang telah
diceraikan atau jika rujuk itu membawa kebaikan kepada keduanya.
3.
Makruh
: Apabila perceraian berlangsung terus akan membawa keduanya lebih baik
daripada harus rujuk
4.
Haram
: apabila rujuk hanya dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti istri
Adapun Rukun rujuk ada empat, antara lain :
1.
Ada
Suami dan istri
2.
Saksi
3.
Ucapan
yang menyatakan rujuk (Sighat)
Macam Sighat
1.
Terang-terangan
(sarih)
Misalnya : “Aku rujuk kepadamu”.
2.
Sindiran
Misalnya : ”Aku nikahi engkau”.
M.
Memilih Jodoh (Pasangan Hidup) Menurut Islam
Setiap orang yang berumah tanggah tentu
mengharapkan keluarganya akan menjdi keluarga yang sakinah mawadah warakhmah.
Kehidupan rumah tangganya dapat menjadi surga didunia dapat menjadi diri dan
keluarganya. Apalagi pada saat ini banyak sekali kasus peceraian keluarga
dijumpai ditengah-tengah masyakat yang semakin berkembang ini. Alasan dalam
peceraian itu bermacam-macam, dari alas an pendapatan istri lebih besar dari
pada suami, selingkuh dengan adanya orang ke tiga, kekerasan dalam rumah
tanggah, dan lain-lain.
Maka dari itu, dalam membangun bahtera rumah
tangga persiapan awal harus dilakukan pada saat memilih jodoh. Islam menganjurkan
kepada umatnya ketika mencari jodoh itu harus berhati-hati, baik laki-laki
maupun perempuan, hal ini dikarenakan masa depan kehidupan rumah tangga itu
berhubungan sangat erat dengan cara memilih suami maupun istri. Untuk itu kita
sebagai umat muslim harus memperhatikan kriteria dalam memilih pasangan hidup
yang baik.
Dalam firman Allah SWT yang
berbunyi :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi
Maha mengetahui”.
Dan dari sabda Rasullah
yang artinya :
“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW beliau
bersabdah : sesunguhnya seorang wanita itu dinikahi atas empat perkara, yaitu :
harta, nasab, kecantikan, dan agamanya, maka perolehlah yang mempunyai agama
maka akan berdeburlah tanganmu.”
Dalam memilih istri hendaknya menjaga sifat-sifat wajib. Syeh jalaluddin Al-qosimi
Addimasya’i dalam kitab Al-mauidotul Mukminin menyebutkan ada kriteria bagi
laki-laki dalam memilih jodoh :
1. Baik agamanya
Hendaknya ketika
memilih istri itu harus memperhatikan
agama dari sisi istri tersebut.
2. Luhur budi pekertinya
Seorang istri yang
luhur budi pekertinya selalu sabar dan tabah menghadapi ujian apapun yang akan
dihadapi dalam perjalanan hidupnya.
3. Cantik wajahnya
Setiap orang laki-laki
cenderung menyukai kecantikan begitu pula sebaliknya. Kecantikan wajah yang
disertai kesolehahhan prilaku membuat pasangan tentram dan cenderung melipahkan
kasih sayangnya kepadanya, untuk sebelum menikah kita disunahkan untuk melihat
pasangan kita masing-masing.
4. Ringan maharnya
Rasullullah bersabda :
“salah satu tanda keberkahan perempuan adalah cepat kawinnya, cepat
melahirkannya, dan murah maharnya”.
e) Subur
Artinya cepat memperoleh
keturunan dan wanita itu tidak berpenyakitan.
f) Masih perawan
Jodoh yang terbaik bagi
seorang laki-laki perjaka adalah seorang gadis. Rasullullah pernah mengikatkan
Jabbir RA yang akan menikahi seorang janda : “alangkah baiknya kalau istrimu
itu seorang gadis, engkau dapat bermain-main dengannya dan ia dapat
bermain-main denganmu.”
g) Keturunan keluarga baik-baik :
Rasullallah besabda : “jauhilah
dan hindarkan olehmu rumput mudah tumbuh ditahi kerbau”. Maksudnya, seorang
yang cantik dari keturunan orang-orang jahat.
h) Bukan termasuk mahram :
kedekatan hubungan
darah membuat sebuah pernikahan menjadi hambar, disamping itu menurut ahli
kesehatan hubungan darah yang sangat dekat dapat menimbulkan problem genetika bagi
keturunannya. Dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya memilih orang yang memiliki akhlak, kehormatan
dan nama baik. Dengan demikian jika ia menggauli istrinya maka istrinya maka ia
menggaulinya dengan baik, jika menceraikan maka ia menceraikan dengan baik.
Rasullah bersabda :”barang
siapa mengawinkan anak
perempuannya dengan orang yang fasik maka sungguh dia telah memutuskan hubungan
persaudaraan. Seorang laki-laki berkata kepada hasan bin ali, “sesungguhnya
saya memiliki seorang anak perempuan maka siapakah menurutmu orang cocok agar
saya dapat menikahkan untuknya ?” hasan menjawab :”nikahkanlah dia dengan
seorang yang beriman kepada Allah SWT, jika ia mencintainya maka dia akan
memuliahkannya dan jika dia membencinya maka dia tidak mendzoliminya.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan, bahwasannya pernikahan merupakan bersatunya dua insan (berlainan
jenis) yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan
perjanjian atau akad. Tujuan dari nikah antara lain : untuk memenuhi hasrat
boilogis manusia, memperoleh keturunan yang baik dan sholeh sholihah serta
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Adapun hikmah dalam yang terkandung dalam pernikahan antara lain : Mampu
menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan, Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan
mampu mengekang syahwat dan lain sebagainya.
Saran
Dari beberapa Uraian diatas jelas banyaklah kesalahan
serta kekeliruan, baik disengaja maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik
dan sarannya untuk memperbaiki segala keterbatasan yang kami punya, sebab
manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA
MZ , Labib dan Harniawati.2006. Risalah Fiqih Islam. Surabaya:
Bintang Usaha
Jaya.
Al Qur-an Terjemahan. 2009. Al-kalam digital versi 1.Bandung:
Diponegoro.
Sarwat, Ahmad.2009.
Seri Fiqih Islam KITAB NIKAH.Kampus Syariah
HR. Tirmidzi
Juz 3 : 1184, Abu Dawud : 2194, dan Ibnu Majah : 2039. Hadits ini dihasankan
oleh Syaikh Al-Albani 5 dalam Irwa‟ul
Ghalil :
1826.